Paradoks Antar Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam Menghadapi Covid-19

Paradoks Antar Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam Menghadapi Covid-19


Oleh : Wahyu Hidayat, S.IP
Berkembangnya penyebaran virus corona atau Covid-19 di Indonesia membuat geregetan semua pihak, mulai dari pejabat negara hingga masyarakat sipil. Virus yang berasal dari Negara tiongkok ini sudah berkembang ke seluruh Negara di dunia bahkan WHO sudah menetapkan Covid-19 sebagai pandemi Global.

Perkembangan Virus Ini terjadi sangat masif di  beberapa wilayah Indonesia, setiap harinya ratusan warga bertambah terkena penularan virus ini. Langkah dan sikap pemerintah dinilai lamban mencegah atas penyebaran virus tersebut.

Tercatat hingga saat ini jumlah akumulatif kasus Virus corona di Indonesia yaitu 1.986 kasus, 181 orang meninggal dan 134 orang yang sembuh. Artinya ada penambahan kasus setiap harinya, yang selalu meningkat. Dikutip dari Kompas.com
Atas dasar tersebut, beberapa wilayah sudah masuk dalam zona merah yang berbahaya dalam menghadapi situasi virus ini.

Pemerintaah daerah terus berupaya membuat langkah-langkah yang urgent terkait dengan pencegahan penularan. Namun, kadang inisiatif yang diambil pemda sendiri langsung dibantah oleh pemerintah pusat dengan alasan tidak wewenang pemda untuk memutuskan.

Polemik pemerintah daerah dan pemerintah pusat menjadi sorotan publik, dimana di beberapa daerah sudah ingin melakukan lockdown agar memutus penyebaran virus di daerahnya. Akan tetapi, mendapat penolakan dari pemerintah pusat, lagi-lagi karena regulasi.

Social Distancing yang dihimbau oleh pemerintah pusat dinilai belum bisa menghentikan permasalahan ini. Bahkan pemerintah berencana akan memberlakukan Darurat Sipil selama kondisi virus ini masih berkembang. Lagi-lagi kebijakan ini menjadi polemik diruang publik, beberapa pengamat menganggap jika darurat sipil bukan kebijakan yang pas untuk di tetapkan saat ini. Hal ini karena konteksnya berbeda dengan saat ini, karena darurat sipil otomatis harus dibarengi dengan darurat milter. Tentu jika hal ini ditetapkan, akan memunculkan kekuasaan pemerintah yang otoriter dan kebijakan pemerintah yang sentralistik.

Secara historis kebijakan tentang darurat sipil yakni Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 23 Tahun 1959 Tentang Keadaan Bahaya, mengatur tentang bagaimana kondisi negara yang sedang dalam ancaman, seperti pemberontakan, kerusuhan, perang. Sedangkan saat ini kondisi negara dalam keadaan menghadapi virus dan pemerintah dituntut untuk mencegah penyebaran virus dalam arti lain menyelamatkan nyawa dan kesehatan warga negara.

Menyikapi sitausi tersebut, karantina wilayah adalah kebijakan yang pas jika pemerintah pusat menetapkan. Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan mengatur tentang bagaimana pemerintah menjamin kehidupan warganegaranya selama kebijakan tersebut dilakukan.

Tentu secara logika saja hal itu merupakan tugas dari negara sendiri, sesuai dengan tujuan negara yang ditetapkan oleh founthing father. Sikap ini diharapkan bisa diterapkan oleh pemerintah pusat agar memutus rantai penyebaran virus yang setiap harinya berkembang. Sejatinya tugas pemerintah itu pada hakekatnya adalah mengatur bukan menghimbau. Mengatur dalam artian mentepakan kebijakan dalam bentuk aturan sehingga fungsi dari negara itu sendiri ada.
Paradoks antar pemerintaah pusat dan daerah hingga saat ini masih menjadi tanda tanya masyarakat. Karena jika masalah kesehatan dan nyawa warga negara terus saling menyalahkan satu sama lain, maka dipastikan masalah ini tidak akan pernah selesai untuk ditangani. 

Di Provinsi jambi sendiri saat ini data sementara Covid-19, 1115 ODP, 15 PDP, 2 Positif, 18 Negatif dan 5 uji lab. Perkembangan signifikan yang terjadi di provinsi jambi, membuat beberap kabupaten/kota mengambil langkah. Di kabupaten kerinci akses masuk diperketat dan dikota jambi diberlakukannya jam malam. 

Berlakunya jam malam di wilayah Kota Jambi ternyata dibeberapa daerah lain di jawa mendapat kritikan dari pemerintah pusat. Hal itu dikatakan jika jam malam dilakukan jika negara dalam keadaan darurat. Padahal jam malam merupakan langkah strategis untuk membatasi gerak dan kerumunan masyarakat yang selama ini sering terjadi. Lagi-lagi paradoks antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam mengatasi covid-19 terjadi. 

Dilain sisi, masyarakat terus berbondong-bondong membantu menangani permasalahan ini. Mulai dari bantuan dalam bentuk uang, APD dan lain sebagainya. Hal itu terlihat dari beberapa artis atau yang lainnya menyumbangkan sebagian pengahasilannya untuk membantu tim medis dalam mencegah penyebaran virus.

Semoga perdebatan dan permasalahan pandemi ini segera berakhir dan ditemukannya rumusan jitu oleh pemerintah guna mengembalikan kehidupan negara dan warga negaranya kembali dalam keadaan normal. Karena sesungguhnya sebelum virus itu diciptakan, terlebih dahulu anti virus itu telah dibuat (dalam ilmu komputer) dan tuhan menciptakan penyakit pasti tuhan akan  menunjukkan obatnya.
أحدث أقدم